Fenomena munculnya belalang setan di Wonosari, Gunung Kidul menjadikan pemberitaan yang cukup produktif pada khalayak ramai. Sehubungan dengan maraknya pemberitaan di media massa tiga dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM yang dipimpin langsung oleh Ketua Departemen Dr. Witjaksono dan dua orang dosen lainnya yaitu Dr. Alan Soffan dan Dr. Suputa melakukan pengamatan langsung pada tanggal 23 Januari 2018 ke lokasi sumber berita untuk mengkaji keberadaan belalang setan. Saat di lokasi bertemu dengan tim dari Pengamatan Hama DIY yaitu Paryoto, M.Sc. dkk. serta Dr. Hari Purwanto dari Fakultas Biologi UGM dengan timnya. Lokasi yang didatangi adalah lahan jagung Dusun Duwet II, Karangrejek, Wonosari, Gunung Kidul dengan luas lahan jagung sekitar 1,5 hektar.
Pada lokasi tersebut ditemukan beberapa belalang setan yang sedang bertengger pada daun jagung. Terlihat ukuran betina lebih besar dibandingkan jantan, hal ini bisa diamati dengan mudah ketika sedang kawin. Belalang ini agak berbeda dengan belalang pada umumnya yang makan pada saat siang hari, belalang setan makan pada saat malam hari. Pergerakannya lamban tidak gesit dan bila hendak dipegang lebih memilih menjatuhkan diri daripada meloncat terbang. Warnanya yang mengkilat dengan warna-warna cerah tampak mencolok menandakan bahwa belalang ini berbisa. Ketika dipegang manusia dan merasa terganggu, belalang setan mengeluarkan cairan berupa busa yang menyebabkan iritasi kulit pada sebagian orang dan juga mengeluarkan bunyi seperti derikan. Cairan tersebut keluar dari bagian toraksnya yang berfungsi sebagai pertahanan diri dari predatornya, selain itu juga rasanya pahit dan bisa meracuni sebagian predatornya.
Siklus hidup belalang ini berkisar antara 9-10 bulan. Telurnya berkelompok dimasukkan ke dalam lubang tanah sedalam 7,62 cm dengan diameter lubang 1,27 cm. Telur menetas setelah 4 bulan, lama hidup nimfa selama 4 bulan, dan umur imagonya sekitar satu bulan. Belalang setan memakan daun berbagai jenis tanaman “polifag”, pakannya diantaranya adalah daun jeruk, tebu, dadap, kelapa, pisang, lempeni, kakao, kayu jati, singkong, jambu mete, jambu bijhi, mangga, karet, dan kopi.
Belalang jenis ini sudah sejak lama ada di Indonesia, distribusinya di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Spesies belalang ini terdapat banyak subspesies di seluruh Asia Tenggara, hal ini menunjukkan bahwa terjadi adaptasi genetik lokal berdasarkan lingkungan yang berbeda-beda. Peranan belalang setan di Indonesia belum sampai menjadi hama karena sifat merusaknya pada tanaman tergolong rendah dan populasinya tinggi hanya pada saat-saat tertentu saja. Rekomendasi yang bisa dilakukan adalah melakukan pengendalian mekanis terhadap telur, nimfa, dan imago hanya pada saat populasi belalang setan sangat tinggi dengan catatan bagi sebagian orang yang kulitnya sensitif sebaiknya menggunakan sarung tangan yang terbuat dari karet agar cairan yang dikeluarkan oleh belalang setan tidak bersinggungan langsung dengan kulit yang meyebabkan iritasi.